Aku berjalan menuju tepian pantai. Suasana malam hari begitu menyejukkan jiwa yang telah lelah dibanting oleh beragam masalah dikehidupanku. Hamparan pasir pantai terasa begitu lembut digenggamanku. Bulan sabit menyinari gelapnya malam dan para bintang berkelap kelip layaknya sedang berbincang. Gelombang air menghantam bebatuan disekitarnya. Perlahan demi perlahan, suasana senyap mulai menyelimuti. Gelombang air tersebut berhenti menghantam bebatuan dan hilang begitu saja. Udara malam semakin dingin membuatku tulang-tulang tubuhku membeku. Suara suara halus terdengar ditelingaku namun aku bertindak tidak perduli. Tak lama itu, sebuah bayangan terdampar didepanku. Sosok dengan tubuh yang tinggi dan berbahu lebar. Aroma parfum yang digunakan tidak familiar bagiku.
Ketika aku menoleh kebelakang, tak ada seorang pun disana melainkan sebuah botol yang berisi sepucuk surat. Ada sebuah pita berwarna biru tua di ujung botol tersebut. Didalam botol itu juga terdapat beberapa pasir pantai yang halus. Aku meraih botol itu lalu mengeluarkan surat yang ada didalamnya. Tak ada satu pun disekitar sana mengingat sekarang sudah pukul 1 malam. Kertas yang digunakan untuk surat itu begitu rapuh. Dengan perlahan dan hati-hati, aku membuka lipatan surat itu lalu membaca isinya. Tulisan tangan si penulis sangat acak dan menggunakan huruf tegak bersambung. Tintanya pun sudah kering yang berarti surat ini sudah lama ditulis.
Betapa bahagianya diriku mendapati seorang gadis dengan dress putih dan sebuah mahkota bunga yang melingkar dikepalanya. Gadis itu memiliki rambut panjang yang indah dan bagaikan menyinari pandanganku. Tiap hari aku mengikuti gadis itu pergi. Hidupnya begitu sempurna. Aku sering melihat gadis itu bersama anak-anak panti yang terletak tak jauh dari perkarangan tempatku tinggal. Senyuman dan tawanya begitu tulus. Gadis itu terlihat tak berdosa. Aku tak punya keberanian untuk menghadirkan diriku dikehidupannya secara langsung.. Aku menyaksikan semua kehidupannya. Ketika ibu nya meninggal, aku hadir di pemakaman ibu gadis itu namun jauh dari sana. Tangisan gadis itu membuatku remuk. Namun yang hebatnya, gadis itu sangat tangguh. Dia menghabiskan sisa waktunya sendirian bersama anak-anak panti. Ada suatu hari ketika duniaku serasa berhenti sejenak. Gadis itu pergi kerumah sakit dan menemui dokter pribadinya. Aku berpura-pura menjadi salah satu perawat disana. Tanpa sengaja, aku mendengar pembicaraan mereka. Gadis itu mengidap kanker otak sejak setahun yang lalu. Aku tak pernah mengetahui hal itu. Dan dalam sekejap, telingaku bagaikan pekak . Semua orang yang ada disekitarku berhenti beraktivitas. Pandanganku hanya tertuju pada gadis itu. Dia tak menangis. Dia hanya memberikan senyuman kecil pada sang dokter namun jauh dimatanya, aku bisa melihat kesedihan terdalam gadis itu. Keesokan harinya, aku berkunjung kerumah gadis itu untuk menghadirkan diriku padanya. Tiga kali mengetuk pintu rumah gadis itu, namun ia tak kunjung keluar. Seorang tetangga mengatakan padaku kalau gadis itu sudah pindah ke kampungnya pukul 1 malam tadi. Aku berjuang untuk mencari alamat ia tinggal sekarang atau dimana kampung halamannya namun sia-sia. Gadis itu terlalu tertutup terhadap orang lain dan aku tak bisa menemukan alamatnya. Semenjak itu... aku berhenti mencari keberadaanya . Jika saja aku bisa bertemu dengan gadis itu, walaupun hanya untuk sehari, aku akan mengorbankan segalanya. Dia bagaikan bidadariku, persis dengan namanya, Angel. Aku menulis surat ini dan melemparkannya ke pantai ini. Entahlah. Angel pernah datang kepantai ini dan aku rasa... dia menyukai pantai ini. Aku masih tinggal di kotaku yang lama, Brodfield. Jl. Emery block F.5. Rumahku hanya 7 blok jauhnya dari rumah Angel. Aku harap jika ia menemukan botol ini , kami berdua bisa bersama dan aku bisa mengatakan terima kasihku pada gadis yang telah merubah kehidupanku menjadi lebih baik.
Pengagum rahasiamu,
John Stewart
John Stewart?
Telingaku berdengun untuk sesaat. Tanpa pikir panjang atau memikirkan siapa itu John Stewart, aku langsung berlari menuju mobilku dan menghidupkan GPS. Tujuanku tak lain adalah Brodfield yang terletak sekitar 30 Km dari sini. Aku mengemudi lebih cepat dari pada biasanya. Sekitar di KM 29, hujan turun mengguyur langit malam. Hujan membasahi jalan namun itu tidak memperlambatkan diriku. Yang memperlambatkan diriku adalah ketika mobilku tersangkut di lelumpuran. Tak ingin menunggu lebih lama, aku keluar dari mobil dan berlari dibawah derasnya hujan. Surat tersebut kugenggam erat ditanganku dan jiwaku serasa menggebu-gebu. Kepalaku terasa pusing dan pandanganku sedikit kabur. Aku tak memperdulikannya dan tetap berlari sekencang mungkin . Akhirnya aku pun sampai disebuah rumah berukuran sedang. Cat berwarna abu-abu menyelimuti rumah itu. Terdapat sebuah bunga favoritku, bunga anggrek ungu. Jam tanganku menunjukkan pukul 3 malam. Hujan perlahan mulai berhenti, dan para bintang sudah menghilang dari langit malam. Aku mengetuk pintu rumah pria yang menulis surat itu. John Stewart. Tak lama kemudian, seorang pria berpostur tinggi dan berbahu lebar dengan rambut coklatnya yang acak-acakan serta aroma parfum yang begitu persis ketika di pantai tadi. Wajah pria itu menunjukkan ekspresi tak percaya, terkejut, dan bahagia. Senyuman simple teraut dibibir merahnya.
"Angel?"
"John?"
Takdir telah mempertemukan kami. Penyakitku yang telah merenggut segalanya dari ku, ternyata dengan baik hati menyisakan satu hal yang begitu berharga. Kasih sayang. Segala halusinasi tengah malam dan surat botol yang terhampar dengan begitu saja. John dan diriku telah ditakdirkan bersama. Walaupun perlu bertahun-tahun untuk menyadari hal itu. Namun aku tak perlu bertahun tahun untuk membuktikan kasih sayangku terhadap orang yang kusayang. Aku merasa... John bukanlah orang asing yang baru saja aku temui. Dia bagaikan sudah hadir sejak beribu ribu tahun dikehidupanku. Surat botol tua mempersatukan kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar