Senin, 04 April 2016

Story | Dumb Love part III


Karena sekarang adalah jam pergantian mata pelajaran, banyak murid yang melongok ataupun keluar dari kelas hanya untuk melihat anak baru, yang ternyata adalah murid bule yang baru. Aku bisa mendengar suara teriakan siswi yang geram melihat wajah tampan Steve. Dalam hatiku, mereka tak akan bisa memiliki Steve. Pria bule ini hanya akan tetap bersamaku kapanpun. Jadi, mereka akan cemburu melihat kebersamaanku bersama Steve sepanjang harinya.
“I think, it’s Nine One?”jawabnya. Nine One? Itu berarti dia sekelas denganku di 9.1. Steve ternyata bukan hanya tampan, tapi juga pintar. Kelas 9.1 berisi anak-anak yang berada diposisi peringkat 1-5 dari setiap kelas. Dan kelas kami merupakan kelas unggulan yang sudah terbukti kecerdasan dan ketangkasan muridnya.
“Dude… you’re in the same class with me. Congratulations! I just saved your life.”aku tersenyum tetapi rasa gembira ku simpan didalam hatiku. Aku pun langsung menarik lengan Steve dan membimbingnya kekelas 9.1.
Lagi-lagi, siswa-siswi berteriak melihat Steve. Entah mereka melihat Steve sebagai siswa yang tampan atau karena mereka tidak pernah melihat bule sebelumnya? Tetapi, tiba-tiba saja seorang siswi yang merupakan adik kelasku menghalangi jalan kami.
“Hello!” sahutnya sembari melambaikan tangan pada Steve. Pandangannya hanya mengarah pada Steve dan senyuman centilnya hanya direbahkan pada teman baruku. Steve lalu menoleh kearahku dan untuk ketiga kalinya dia menaikkan alis kanannya. Aku rasa, menaikkan alis kanannya adalah kebiasan Steve yang baru saja kusadari.
“Hey!” bentakku pada siswi kelas 8 yang centil terhadap Steve. Dia bahkan tidak perduli dengan bentakkanku. “Woy! Jadi cewek jangan centil!” dia pun menoleh. Rasa kesal dan jengkel tergambar jelas diwajahnya yang tirus. Karena aku yang juga kesal, aku menghampiri anak itu lalu menyenggol bahu anak centil tersebut dengan bahu kananku dengan sengaja. Kemudian aku kembali ketempat Steve berdiri dan menarik tangannya lalu aku kembali menyenggol tubuh siswi centil tadi. Saat ku menoleh kebelakang, gadis itu menghentakkan kaki kanannya keubin. Kasihan…
“They were going crazy!” kata Steve. Ketika aku melihat wajahnya, yang aku lihat hanya ekspresi jengkel. Mungkin karena kerumunan dan kejadian tadi membuatnya merasa tidak nyaman. Wanita terkadang memang gila.
“Yeah… I know it. This school is just like a zoo. Creepy!”jawabku. Lima puluh persen dari jawabanku memang benar. Sekolah ini terkadang membuatku merasa disebuah kebun binatang dan itu sangat menyeramkan. Apalagi para siswi yang centil.
“Why that girl did that? I mean, she was like wanted an attention from me.Why is that? Am I a super hero? Am I like Justin Bieber or Nash Grier?”
Untuk menjawab pertanyaan Steve, aku menarik nafas panjang. Terkadang sangat menjengkelkan untuk meladeni pertanyaan seperti itu, terutama lagi orang-orang yang memperhatikanku dan Steve.
“They… they were just excited. Your pretty face makes them going crazy and lost control. If you were around them and if you let them touch or looking for an attention from you, they would make you so horable. Trust me.” Jawabanku membuat Steve terkejut dan berhenti. Dia hanya bisa melihatku dan berharap mengatakan bahwa semua itu tidak benar. Bukan jawaban yang mengerikan bagiku, namun bagi Steve itu sangat gila. Dan aku adalah seorang gadis. Mungkin dia akan berpikiran bahwa aku akan bertingkah seperti gadis-gadis tadi, lalu aku pun berkata, “Hey..you know it. Woman type.”
Dia hanya mengangguk. Tiba didepan kelas, aku langsung membuka pintu kelas kemudian melangkahkan kaki kedalam kelas. Siswa-siswi yang tadinya serius belajar, mengarahkan seluruh pandangan dan perhatian mereka padaku dan Steve. Termasuk juru guru Ekonomi ku.
“Clara, dia siapa?” tanya Bu. Desi, guru ketiga favoritku. Bu. Desi adalah guru mata pelajaran yang paling kusukai karena dia selalu saja memberikan kisi-kisi sebelum ujian.
“Oh, he’s the new student here. And he’s with me.” Jawabku.
Aku menyediakan tempat duduk untuk Steve disebelahku karena kebetulan saja tempat duduk disebelahku kosong. Ketika kami duduk, teman-teman cewek dibelakangku mulai berbisik-bisik. Aku rasa mereka sedang menceritakan aku dan Steve. Atau mereka hanya menceritakan aku yang dianggap centil. Dasar cewek… Gosip saja kerjanya!
          Steve yang belum fasih berbahasa Indonesia meminta bantuanku untuk menerjemahkan setiap perkataan Bu. Desi. Alhamdulillah saja karena ketika aku menerjemahkannya tidak ada hambatan alias aku memahami bahasa inggris for one hundread percent. Selama pelajaran juga, suara bisik dikelas tak henti berdengung. Sebenarnya Steve menyadari hal itu, namun entah kenapa dia terlalu focus padaku. Maksudku, benar-benar focus padaku bukan pada aku yang sedang menerjemahkan. Dan mulai saat itu juga, bunga-bunga cinta mulai bermekaran dihatiku. Aku rasa aku mulai menyukai cowok bule yang keren satu ini.
          Bel istirahat sudah berbunyi. Aku dan Steve pergi kekantin bersama-sama. Walaupun baru sehari bertemu Steve, kami berdua sangat akrab dan dekat. Bahkan kami sudah mulai menceritakan kepribadian, hobi, dan segalanya dari masing-masing. Dan ditiap percakapan kami dipenuhi senyum dan gelak tawa.Aku tak bisa menahan tawaku ketika Steve mengatakan  bahwa dia pernah ngompol seminggu lalu. Itu terjadi karena dia merasa kalau dia berada didalam sebuah kamar mandi. Lalu…. Yea. Itu lah yang terjadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar