Karena
sekarang adalah jam pergantian mata pelajaran, banyak murid yang melongok
ataupun keluar dari kelas hanya untuk melihat anak baru, yang ternyata adalah
murid bule yang baru. Aku bisa mendengar suara teriakan siswi yang geram
melihat wajah tampan Steve. Dalam hatiku, mereka tak akan bisa memiliki Steve. Pria
bule ini hanya akan tetap bersamaku kapanpun. Jadi, mereka akan cemburu melihat
kebersamaanku bersama Steve sepanjang harinya.
“I
think, it’s Nine One?”jawabnya. Nine One? Itu berarti dia sekelas denganku di
9.1. Steve ternyata bukan hanya tampan, tapi juga pintar. Kelas 9.1 berisi
anak-anak yang berada diposisi peringkat 1-5 dari setiap kelas. Dan kelas kami
merupakan kelas unggulan yang sudah terbukti kecerdasan dan ketangkasan
muridnya.
“Dude…
you’re in the same class with me. Congratulations! I just saved your life.”aku
tersenyum tetapi rasa gembira ku simpan didalam hatiku. Aku pun langsung
menarik lengan Steve dan membimbingnya kekelas 9.1.
Lagi-lagi,
siswa-siswi berteriak melihat Steve. Entah mereka melihat Steve sebagai siswa
yang tampan atau karena mereka tidak pernah melihat bule sebelumnya? Tetapi,
tiba-tiba saja seorang siswi yang merupakan adik kelasku menghalangi jalan
kami.
“Hello!”
sahutnya sembari melambaikan tangan pada Steve. Pandangannya hanya mengarah
pada Steve dan senyuman centilnya hanya direbahkan pada teman baruku. Steve
lalu menoleh kearahku dan untuk ketiga kalinya dia menaikkan alis kanannya. Aku
rasa, menaikkan alis kanannya adalah kebiasan Steve yang baru saja kusadari.
“Hey!”
bentakku pada siswi kelas 8 yang centil terhadap Steve. Dia bahkan tidak
perduli dengan bentakkanku. “Woy! Jadi cewek jangan centil!” dia pun menoleh.
Rasa kesal dan jengkel tergambar jelas diwajahnya yang tirus. Karena aku yang
juga kesal, aku menghampiri anak itu lalu menyenggol bahu anak centil tersebut dengan
bahu kananku dengan sengaja. Kemudian aku kembali ketempat Steve berdiri dan
menarik tangannya lalu aku kembali menyenggol tubuh siswi centil tadi. Saat ku
menoleh kebelakang, gadis itu menghentakkan kaki kanannya keubin. Kasihan…
“They
were going crazy!” kata Steve. Ketika aku melihat wajahnya, yang aku lihat
hanya ekspresi jengkel. Mungkin karena kerumunan dan kejadian tadi membuatnya
merasa tidak nyaman. Wanita terkadang memang gila.
“Yeah…
I know it. This school is just like a zoo. Creepy!”jawabku. Lima puluh persen
dari jawabanku memang benar. Sekolah ini terkadang membuatku merasa disebuah
kebun binatang dan itu sangat menyeramkan. Apalagi para siswi yang centil.
“Why
that girl did that? I mean, she was like wanted an attention from me.Why is that?
Am I a super hero? Am I like Justin Bieber or Nash Grier?”
Untuk
menjawab pertanyaan Steve, aku menarik nafas panjang. Terkadang sangat menjengkelkan
untuk meladeni pertanyaan seperti itu, terutama lagi orang-orang yang
memperhatikanku dan Steve.
“They…
they were just excited. Your pretty face makes them going crazy and lost
control. If you were around them and if you let them touch or looking for an
attention from you, they would make you so horable. Trust me.” Jawabanku
membuat Steve terkejut dan berhenti. Dia hanya bisa melihatku dan berharap
mengatakan bahwa semua itu tidak benar. Bukan jawaban yang mengerikan bagiku,
namun bagi Steve itu sangat gila. Dan aku adalah seorang gadis. Mungkin dia
akan berpikiran bahwa aku akan bertingkah seperti gadis-gadis tadi, lalu aku
pun berkata, “Hey..you know it. Woman type.”
Dia
hanya mengangguk. Tiba didepan kelas, aku langsung membuka pintu kelas kemudian
melangkahkan kaki kedalam kelas. Siswa-siswi yang tadinya serius belajar,
mengarahkan seluruh pandangan dan perhatian mereka padaku dan Steve. Termasuk
juru guru Ekonomi ku.
“Clara,
dia siapa?” tanya Bu. Desi, guru ketiga favoritku. Bu. Desi adalah guru mata
pelajaran yang paling kusukai karena dia selalu saja memberikan kisi-kisi
sebelum ujian.
“Oh,
he’s the new student here. And he’s with me.” Jawabku.
Aku
menyediakan tempat duduk untuk Steve disebelahku karena kebetulan saja tempat
duduk disebelahku kosong. Ketika kami duduk, teman-teman cewek dibelakangku
mulai berbisik-bisik. Aku rasa mereka sedang menceritakan aku dan Steve. Atau
mereka hanya menceritakan aku yang dianggap centil. Dasar cewek… Gosip saja
kerjanya!
Steve yang belum fasih berbahasa
Indonesia meminta bantuanku untuk menerjemahkan setiap perkataan Bu. Desi.
Alhamdulillah saja karena ketika aku menerjemahkannya tidak ada hambatan alias
aku memahami bahasa inggris for one hundread percent. Selama pelajaran juga,
suara bisik dikelas tak henti berdengung. Sebenarnya Steve menyadari hal itu,
namun entah kenapa dia terlalu focus padaku. Maksudku, benar-benar focus padaku
bukan pada aku yang sedang menerjemahkan. Dan mulai saat itu juga, bunga-bunga
cinta mulai bermekaran dihatiku. Aku rasa aku mulai menyukai cowok bule yang
keren satu ini.
Bel istirahat sudah berbunyi. Aku dan
Steve pergi kekantin bersama-sama. Walaupun baru sehari bertemu Steve, kami
berdua sangat akrab dan dekat. Bahkan kami sudah mulai menceritakan
kepribadian, hobi, dan segalanya dari masing-masing. Dan ditiap percakapan kami
dipenuhi senyum dan gelak tawa.Aku tak bisa menahan tawaku ketika Steve
mengatakan bahwa dia pernah ngompol
seminggu lalu. Itu terjadi karena dia merasa kalau dia berada didalam sebuah
kamar mandi. Lalu…. Yea. Itu lah yang terjadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar