Pemuda
bule itu pun menyuruh seseorang didalam mobil (yang aku tebak adalah supirnya)
untuk pergi. Lalu mobil mewah itu pun melesat pergi dan meninggalkan bunyi
‘brum’.
Satpam penjaga itu kemudian
meninggalkan aku dan pemuda tampan ini. Aku duduk di tempat duduk yang terbuat
dari semen dan masih belum dicat sedikitpun. Pemuda itu pun juga mengikutiku
duduk. Dia duduk dengan pelan sembari melihatku. Sedetik, aku merasa ada yang
aneh pada diriku. Merasa bodoh, aku mencoba untuk mencium ketiakku sendiri. Tidak
bau. Kemudian rambutku yang sedikit berwarna cokelat muda. Tidak juga bau. Lalu
apa yang salah?? Apakah pakaianku yang tidak rapi atau memang kebiasaan orang
bule seperti itu?
Dia sudah memandangku lebih dari 5
menit. Karena merasa ganjil, aku pun bertanya dengan judesnya. “Apa yang sedang
kau lihat?!”
Dia hanya terdiam dan menaikkan alis
kirinya. Wajahnya tampak lucu dengan ekspresinya sekarang. Dia pun lalu
menjawab, “Hey, I’m Steve.”
Apa anak ini tolol atau dia memang
tidak mengerti Bahasa Indonesia? Kalau dia tidak bisa berbahasa Indonesia,
kenapa dia disekolahkan di SMP negeri? Bagaimana dia akan mengerti saat guru
menerangkan? Dasar bule aneh.
“I didn’t ask your name.” akhirnya aku
mengeluarkan jurus dalam berbahasa inggrisku. Teman-temanku bilang kalau bahasa
inggrisku sangat bagus. Terutama lagi dalam Grammar. “ I said ‘what are you
looking at?!’ You were looking at me, weren’t you?”
Hening sejenak. Kemudian dia tersenyum
padaku. “Your English is damn good.”
Apaku bilang. Bahasa inggrisku memang
sangat bagus. Terkadang aku saja bangga
pada diriku walaupun sebagian temanku bilang aku lolot (kebalikan dari
tolol).
“ Yea… I knew it, man!” ujarku,
sembari menepuk bahu kanannya. “So, I knew your name. It’s Steve. And Steve,
I’m Clara. Great to meet you for the
first time.”
“Yeah… me too.” Dia melihat jam yang
terlingkar dipergelangan tangannya. Steve memang sangat putih dan kulitnya
sangat bersih seperti kulit bayi. “Will you be my friend? My first friend in
Indonesia. Because, you know. I’m new here. My Bahasa isn’t really good. I have
to learn it every Saturdays and Sundays and it is super boring.It’s like you’re
doing Photoshoots.”
“Of course. And you will be my first
western friend for the real. I had a friend. She was western but we never met
live. We met on Twitter. I got Twitter addicted anyway.”
Dia hanya mengangguk yang aku anggap
itu tanda setuju.
“You’re beautiful.” Katanya. Nada-nada
tulus mengalir diucapannya tadi. Aku hanya menundukkan kepala. Pipiku panas dan
memerah. “By the way, it’s been 10 minutes. We can get in.”
10 menit? Lalu aku melihat jam
tanganku. Jarum panjang sudah menunjukkan lebih dari 10 menit. Aku mencari-cari
satpam penjaga dari sisi-sisi pagar. “Pak..udah lewat 10 menit. Kita boleh
masuk, kan?”
Aku lihat kedua satpam sedang duduk
sambil meminum kopi dan memakan sebuah pisang goreng berukuran besar. Padahal,
minum kopi dan memakan pisang goreng itu cocok untuk bergadang bukan dipagi
hari. Sekeras apapun aku berteriak memanggil satpam, mereka tak ada yang menyahut.
Disekelilingku tidak ada celah untuk
masuk kedalam kelas, kecuali..
Pagar. Dibawah pagar tersisa celah.
Kalau diperkirakan celah yang tersisa bisa muat untuk dilewati tubuhku apalagi
tubuh Steve. Tubuhnya merupakan tubuh model dan… dia keren.
“I’ve got an idea!” aku menjentikkan
telunjukku.
Tak ada respon beberapa menit darinya.
Tapi setelah beberapa detiknya, dia hanya mengangkat alis kanannya dan hanya
bertanya, “What the are you doing?”
Aku pun langsung merangkak dibawah
celah pagar. Walaupun sedikit tersangkut, aku tetap bisa masuk secara
diam-diam. Lalu Steve melemparkan tasku yang tadinya kutitipkan. “Now, your
turn.” Kataku. “Hurry up!”
Kemudian Steve hanya berguling agar
bisa muat dicelah tersebut. Dia melewatinya dengan sempurna tanpa tersangkut.
Pikiranku mulai bertanya, “Apa aku terlalu gendut?”
Meskipun kami berdua telah berhasil
masuk kedalam sekolah, kedua satpam itu tidak menyadarinya. Mereka hanya sibuk
dengan TV sembari memakan pisang goreng mereka. Bagaimana sekolah bisa aman?
Steve yang belum fasih berbahasa
Indonesia kesulitan dalam berkomunikasi. Buktinya, ketika seorang guru menahan
kami dan menanyakan bahwa Steve adalah anak baru, dia justru tidak mengatakan
apapun tetapi hanya menoleh kearahku.
“Maaf, bu. Ini Steve. Dia anak
baru.”ucapku. Aku rasa, aku akan menjadi penerjemah pribadi Steve yang baru.
“What’s your class?” tanyaku pada Steve yang sedang melihat kesekeliling sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar